Selasa, 27 September 2016

Saza dan Kotak Kardus



Ramadan selalu ditunggu setiap tahunnya, walaupun banyak yang tidak merindukan hari indah tersebut.
Nyai, lagi ngapain?” tanya seseorang di balik pintu kamar.
“Lagi buat kotak kardus, Mak. Kan lebaran sebentar lagi, jadi Nyai buat ini untuk nanti salam tempel,”
Kardus bekas dilipat dan diberi lem untuk menempelkannya menjadi sebuah kotak yang diinginkan.
“Boleh Mamak bantuin?” ucapnya.
“Gakusah, Mak. Soalnya ini  sambil menunggu buka tiba. Mamak  sibuk,”
“Iya, Mamak tinggal dulu masak, janga nlupa bereskan sisa-sisa kardusnya,” ujar Mamak sembari meninggalkan kamar.
“Iya, Mak.”
Sudah beberapa tahun ini Saza, gadis berumur 9 tahun sudah melaksanakan puasa. Walaupun terkadang masihsering  bolos atau tidak tamat dalam berpuasa namun, kedua orang tuanya sangatbangga memilikianak  yang shalehah.
Semenjak Saza berkunjung kerumah nenek yang di kampung, banyak orang-orang memberikan uang.
Waktu itu, Saza bingung karena tidak ada tempat untuk menyimpan uang yang diadapatkan. Akhirnya, uang tersebut dipakai untuk berkunjung kesebuah tempat yang indah.
“Tahun ini apakah akan mendapatkan salamtempel banyak, ya?” ketusnya dalamhati.
Kardus yang sudah jadi dan berbentuk kotak, di berikan gamb ar uang lembaran di kotak tersebut.
….
Waktu lebaran tinggal menghitung  jam  saja.
Saza, masih sibuk menatap dan memperbaiki kardus yang dibuatnya beberapa hari menjelang lebaran.
“Mak, apa kotak ini bagus tidak? Soalnya Nyai masih ragu-ragu menaruhnya di depan,” ujar Saza pada Mamaknya.
“Bukan kotaknya yang harus bagus, Nyai. Tapi, bagaimana kita menyambut tamu-tamu  yang dating untuk bersilaturahmi,” ucap Mamak
“Tapi …,”
Nyai, dengerin Mamak. Nyai itui ngin dapat hadiahnya atau pahala dari puasa yang satubulan penuh?”
“Tapi …,”(Saza masih bingung dengan ucapan Mamaknya)
“Biarkan kotak  jelek, karena itu kreasi sendiri bukan membeli. Berapapun uang masuk dalam kotak tersebut ketika salam temple jangan bersedih,”
“Mak, kalau salam tempel ini tidak banyak nanti Nyai tidak mau puasa lagi,”
Nyai, apa? Kalau kamu tidak mau puasa lagi, jangan jadikan Mamak sebagai Mamakmu lagi. Karena Mamak tidak mau kalau kamu berpuasa niatnya untuk mendapatkan uang dari salam temple ketika hari lebaran,” Ujar Mamak, begitu marahnya.
“Iya, Nyai  janji tidak akan mengulangi hal seperti itulagi. Tapi, bagaimana dengan kotak yang Nyai buat, Mak? Buang atau tetap simpan di atas meja,”
“Simpan saja, nanti kamu kasih tulisan saja biar orang-orang tidak melewatkan salam tempelnya,”
“Iya, Mak.”
Saza pun bergegas ke kamar untuk membuat tulisan agar memikat orang-orang yang berdatangan kerumahnya.
Hari lebaran pun tiba, banyaksekali yang berkunjungkerumah Saza. Mereka tertawa dengan ceria, sambil menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Mamak.
Kaget, ketika kotak ituada yang melihatnya.
“SALAM TEMPEL, TEMPELNYA KE DALAM KOTAK INI”
Sebuah tulisan yang susah untuk mengelak lagi.
“Ada-ada saja nih, Saza.” Ketus Paman Sanusi, sembari memasukan uang kedalam kotak tersebut.
“Asik! Akhirnya ada juga yang menempelkan uang kedalam kotak yang aku buat.” Ucap Saza dalam hatinya.
Kegembiraan pun terlihat jelas dari raut wajah Saza, karena dia sempa tmarah akibat ucapan Mamaknya.
“Benar kata Mamak, kalaukitaituharusikhlasketikaberpuasa. Karena, rejekitidakakankemana.” ketusnya.
..
Para tamu pun meninggalkan rumah Saza.
Kotak kardus pun dibukanya, karena sudah tidak sabar untuk melihat hasilnya apakah lebih besar dari tahun sebelumnya atau malah sebaliknya.
Tutupnya di buka, satu per satu lembaran uang di rapihkan dan dihitung.
“Mak—Mak—Mak …,” teriak Saza.
“Ada apa, Nyai?”
“Ini, Mak. Uangnya!”
“Kenapa uangnya? Kurang atau bagaimana?” Tanya Mamak.
“Mak, uangnya Mak,”
“Iya, uangnya kenapa?” Mamak semakin penasaran.
“Uangnya mau Nyai beliin sepeda, Mak,”
“Alhamdulillah, kata Mamak juga janganlah berpuasa karena uang. Soalnya, ketika kamu tidak dapat uang puasa pun tidak  akan mendapat pahala ,”
“Iya, Mak. Nyai sekarang tidak akan puasa karena uang,”
“Sekarang kamu bias beli sepeda, dan tetap belajar jadi nomor satu jangan bermain sepeda, ya!”
“Iya, Mak. Nyai  sayang  Mamak, deh.”
Akhirnya, salam tempel yang selalu menempelkan tangan satu sama lain berubah menjadi menempelkan uang kedalam kotak kardus.

Kalau kita berkreasi pasti barang bekas akan menjadi sesuatu  yang berguna.

Senin, 26 September 2016

DI BAWAH LAMPU JALAN


Karya :Asep Dani

Cianjur, 23 Juni 2016






Aku
Kau
Di bawah cahaya
Bercengkrama; berteman temaram
Di antara rimbunnya bunga-bunga
Embusan angin sepoi pun terasa
Gigil; kau dekap penuh sayang
Cahaya lampu jalan jadi saksi
Akan arti cinta sejati; Abadi
Di kala sang bulan tenggelam
Bersembunyi di balik awan
Pun bintang-bintang
Aku, Kau ‘tak terpisah
Menemani di kala sepi
Di antara kegelisahan
Kelabu; cahaya ‘tlah padam
Resah!
Gelisah!
Dekap!
Cumbu!
KauAku!
Mendera!
Terluka!
Derita!
Duka!
Hilang
Kenangan manis
;Hanya pahit tersisa
Di sini; dalam hatiku

MENANTIMU DI SINI

ASEP DANI
Cianjur, 13, September 2016


-----------------------------------------------------------------------Kau
-----------------------------------------------------------------------Ilusi
----------------------------------------------------------------------Mata
------------------------------------------------------------------- Menjelma,
------------------------------------------------------------------- Sang dewi
---------------------------------------------------------------Malam meronta
---------------------------------------------------------------Sepi--menerkam
------------------------------------------------------Bersama kelam
-----------------------------------------------------;Tenggelam
----------------------------------------Angin-----meraung
----------------------------------------Menghempas
-----------------------------------------Kegelisahan,
------------------------------------------Kerinduan,
--------------------------------------------Hilanglah
-------------------------------------------- --derita
---------Nala kian meronta-----------jiwa-raga
------------Malam pun kian sunyi----;sendiri
-----------------Wahai sang dewi dekaplah
----------------Satukan rasa kita berdua
----------------Di antara guguran daun
---------------- Malam jadi saksi cinta kita
---------Ah, apakah kau akan seperti itu?
----------------Merindukan keping cinta
-------------------Atau hanya sebuah ilusi?
-----------------------Aku masih berharap
-----------------Sebuah rasa akan muncul
-------Bersama embusan angin di antara kesunyian
--------Daun-daun melayang, membawa sebuah pesan
--------------Mungkinkah rasa—rindu akan kembali hadir
-------------------Aku masih tetap menanti di antara sunyi
----------------------Menunggu san dewi menghampiri-------Di sini
---------------------------Di tumpukan dedaunan---------------Kering
----------------------------Semua ‘tlah hilang--------------------;Pudar
-------------------------------------------------------------------------Kau
----------------------------------------------------------------------Aku
--------------------------------------------------------------------Cinta

-------------------------------------------------------------------Mati